

Suatu hari ditahun 2001 sewaktu saya di Manado saya kunjungi Toko Buku GRAMEDIA dan kulihat setumpuk buku hardcover fullcolour dengan judul seperti disebut diatas.
Dengan warna-warni yang cerah pada covernya buku ini langsung menarik perhatian saya. Ternyata bahwa sesuai ceritera orang buku ini yang menurut isi materinya dimaksudkan untuk menyambut tahun emas pendirian Republik kita ini, waktu itu tidak boleh diterbitkan karena tidak memuati halaman depan atau dedikasi oleh sang presiden waktu itu Presiden Suharto …….
Ya… sudahlah,,, jadinya setelah beliau lengser maka berkat bantuan beberapa pihak mungkin lima tahun kemudian dapat diterbitkan.
Karena saya menilai bahwa beberapa artikel didalamnya bagus untuk lebih diketahui oleh kita maka saya telah menscannya dan memuatinya dalam blog saya ini sejak sekitar setengah tahun lalu.
Hari ini, menjelang HUT ke 66 pendirian RI maka saya ingin tambahkan informasi perihal partisipasi dua orang asal Sulawesi Utara pada Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia ditahun 1945 san sumbangsih mereka yakni Mr. A. A.Maramis dan DR. G.S.S.J.Ratu Langie.
Pada post ini akan saya sajikan scanning perihal sumbangan pikiran Mr. Maramis dan komponen2 Sulawesi Utara lainnya sedangkan pada post yang berikut mengenai kontribusi Sam Ratu Langie pada persiapan itu.
(Silahkan lihat sambungan dari naskah saya dibawah)





Pada hari ini 24 September 2017 saya baca kembali reblogging saya yang diatas….. Alangkah hambar rasanya tulisan itu ……. maka sebagai seorang anak dari Sam Ratulangie yang sangat dekat dengan Oom Alex Maramis dan saya sering melihat mereka diruang kerja Ayah saya, kurasa perlu memberi tambahan sbb.: Tak sadar tentu selaku anak kecil umur 10 – 12 tahun mengetahui bahwa yang mereka diskusikan, dimana diskusi sering diselingi oleh tawa girang….Tak sadar saya bahwa ada banyak hal yang saya ketahui belakangan terutama dari kakak saya Zus (Emilia Pangalila-Ratulangie) ataupun saudara2 dan kenalan2 lain bahwa kedua orang ini , Sam dan Alex yang kedua2nya memiliki otak yang brilyan, sebenarnya sedang membahas dan mengevaluasi tanda2 yang dapat ditangkap dari berbagai sisi, baik dari pers, radio maupun diskusi dengan kawan seperjuangan dari suku2 yang lain. Sebagai hasil dari evaluasi mereka menyusun satu atau beberapa “roadmap” tentang peluang2 untuk tanah air dan teristimewa bagi negeri atau kampung halaman yang nun jauh disana disalah sudut Indonesia bagian Timur. Keping2 informasi2 yang saya terima saya coba susun bagaikan satu “puzzle” yang satu dan yang lain kadang2 pas betul dengan ingatan saya atau memang cocok dengan foto2 yang saya temukan.
Rupa2nya Sam dan Alex melihat bahwa pedudukan Jepang di Indonesia dibagi antara dua pihak: Bagian Barat diduduki dan dikuasai oleh Angkatan Darat (Rikugun) sedangkan bagian Timur oleh Angkatan Laut mereka (Kaigun). Di blog kakak saya ada petanya, dan yang diutamakan adalah daerah2 yang memiliki kekayaan sumber alam: Kalimantan Timur (Balik Papan) dan Kalimantan Barat (Martapura). Agaknya tidak terlalu mudah untuk berperang sekaligus menguasai daerah yang seluas itu, “en toch” Jepang itu dapat melaksanakannya. Mereka menangkap segenap unsur penguasa sebelumnya yakni semua yang berkebangsaan Belanda yang menjalankan aparatur kepemerintahan dan memasukkan mereka dalam kamp2 yang kami lihat dikelilingi pagar2 berduri. Pemikiran kedua Bapak kita adalah bahwa jika ini dibiarkan maka ujung2nya akan terjadi satu pemecahan yang permanen dari negara kita menjadi dua bagian jikalau tidak diupayakan langkah2 pencegaham untuk itu. Berkaitan dengan ini dan juga berbagai hal lain didirikanlah Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS). INILAH hebatnya kedua pemikir itu yakni mampu secara intuisi mendirikan sarana2 organisatoris yang ternyata sangat dibutuhkan dalam perjuangan memerdekakan dan tetap ingin mempersatukan Indonesia selaku satu KESATUAN. Ini berlangsung sekitar tahun 1942-1943 dengan titik berat di Batavia dsktarnya. Menurut informasi yang saya gali dari dokumen2 yang ada di Arsip Nasional RI Jakarta ternyata bahwa ada pembagian tugas antara kedua kawan, Sam dan Alex, dimana direncanakan oleh mereka bahwa KRIS Jakarta tetap dalam asuhan dan pembinaan Alex Maramis sedangkan Sam Ratulangie akan menerima usulan dari Jepang untuk bertolak ke Makasar untuk disana membantu mengisi vakum yang terjadi akibat penangkapan aparatur kepemerintahan Belanda. (Lihat juga tulisan Ir Zainuddin)
Di Jakarta kuingat bahwa dimasa itu banyak pemuda-pemudi dari Sulawesi Utara menuntut ilmu di Jawa, teristimewa di Batavia (Jakarta), Bogor, Bandung Surabaya dlsbnya. Pemuda2 ini terhenti pendidikannya, karena sekolah2 yang guru2nya kebanyakan kebangsaan Belanda telah ditangkap. Anak2 ini yang seperti biasa sering berkumpul2 disibukkan dengan aneka kegiatan yang diselenggarakan disatu rumah beralamat Nieuwe Tamarinde laan 26 (kini Jalan Sam Ratulangie 26), mula2 dengan belajar tari2an daerah (saya ingat misalnya Tarian “Modero” dari Sulawesi Tengah (Pada waktu itu rumah kami di Kramatlaan 10 ,sekarang mungkin Jalan Kramat Lima),
Namun kemudian ternyata ada keluarga2 Manado ex-KNIL yang terlantar karena diusir dari kediaman mereka di Kamp (Tiende Batalion Senen) oleh tentara Jepang. Keluarga2 ini yang kebanyakan suami2nya dibawa Belanda bertugas entah kemana membutuhkan kediaman dan juga makanan. Pertama2 agar ada penampungan bagi mereka maka Ayah saya menghubungi kawannya dari negeri Belanda yakni Bp. Dahlan Abdullah yang sedang menjabat sebagai Walikota dan keluarga2 tsb dapat penampungan di beberapa sekolah yang sedang libur. Koordinasin dari segala pengaturannya berlangsung (POSKO) di alamat Gedung KRIS itu dan yang aktip mengkoordinasikannya adalah alm. Ibu saya Marie Ratulangie-Tambajong bersama saudaranya Oom Jan Tambajong sedangkan mereka dibantu oleh pemuda2 pelajar asal Sulawesi Utara. Sebagai penanggung jawab utama dari seluruh kegiatan adalah kedua orang: Sam (orang Tondano) dan Alex (orang Tonsea) sedangkan yang juga membantu adalah anak2 muda yang “putus” sekolah. Adapun Ayah saya berhasil menuntut dari tentara pendudukan Jepang dan mendapatkan sumbangan untuk pangan bagi keluarga2 KNIL sejumlah sen tertentu per kepala per hari hari yang pembelanjaannya diatut dan disaluran oleh Ibu saya kepada mereka yang membutuhkannya dengan bantuan para pemuda.
Ya inilah yang terutama saya ingin ceriterakan mengenai kedua orang kawan Alex dan Sam. Dan masih adayang perlu ditambahkan……. Diatas Anda lihat beberapa foto yang memperlihatkan milisia KRIS lengkap dengan persenjataannya…… Dari mana mereka bisa mempunyai perlengkapan sehingga terlihat sangat profesional. INGAT itu ditahun 1942-1943…. Baru belakangan saya diberitahukan dari berbagai pihak bahwa sebetulnya saat2 it cukup mengerikan buat orang asal Minahasa dan etnis Cina karena ada hasutan2 untuk membunuh Belanda dan juga kedua suku itu. Dalam ketakutan yang melanda maka dikumpulkanlah dana dan berbagai perhiasan2 dengan maksud untuk menyiapkan satu kemampuan untuk dapat melindungi keluarga2 yang diancam (INGAT didaerah yang ada “onderneming” dan juga dikota Jakarta dulu banyak orang2 Manado yang ke Blanda2an.) Segala dana dan sumbangan2 yang dikumpulkan diserahkan kepada Oom Alex Maramis dan beliaulah yang membelanjakan perlengkapan dan mengkoordinasi para sisa2 KNIL yang masih ada, mahasiswa2 dan juga pejuang2 simpatisan dibawah naungan PEMUDA KRIS yang kemudian pada defile HUT satu tahun sangat profesional kelihatannya sampai dikunjungi pula oleh Jendral Sudirman (lihat foto).
Sekian dulu.
Jakarta, 23 September 2017
Matulanda SUGANDI-RATULANGI (Lani Ratulangi).
Reblogged this on Laniratulangi's Blog.